Gw nggak begitu mengikuti perkembangan legal UU Anti-Pornografi dan Pornoaksi itu. Nggak menarik! Gw gak ikut-ikutan. Cuma geli juga membaca berita salah satu koran itu kemaren: seorang penyanyi yang keliatan pusernya diusir dari sebuah acara non-resmi di istana negara. Tuh penyanyi (kayanya cewek deh!) akhirnya nggak jadi menyanyi.
Quoted by the media: "Saya ini agak kurang suka, mungkin kolot lihat pusar. Terganggu saja itu. Janganlah cepat-cepat mengimpor budaya lain, budaya Eropa, budaya Timur Tengah, budaya Amerika, dan lain-lain. Saya kira budaya Indonesia ini sudah sangat luar biasa!"
Gw melihat ada yang aneh antara "agak kurang suka" ama "terganggu" yang dilontarkan pak petinggi itu. Semoga itu kesalahan editing koran yang bersangkutan, atau salah transkrip reporternya. "Agak kurang suka" artinya kan antara "suka" dan "kurang suka"; dan "terganggu" itu bisa berarti: "digodaaa... mau dong!" hahaha....
Kesimpulan asal-asalan dari situ: mempertontonkan puser itu menggoda iman, membangkitkan libido seksual lawan jenis, menimbulkan huru hara syahwat di tengah-tengah perjuangan bangsa yang sedang escape ke hal-hal spiritual akibat terpuruk secara ekonomi dan sosial di dunia material. Gara-gara melihat cewe berpuser di sebuah acara televisi atau di public areas semacam mall, seorang cowo yang tadinya alim bisa tiba-tiba berubah menjadi "sexual predator", dan sebagainya. Hebat amat para cewek yah!
Tapi ngomong-ngomong, kenapa PUSER!!! Menurut gw pribadi, belahan dada, punggung, ama ketek itu lebih seksi daripada puser. Bahkan, di bawah telinga ampe tengkuk itu paling enak buat di-kiss ...Vampire's choice. Mungkin ada beberapa cewek yang menganggap, mempertontonkan puser itu menambah artistik penampilannya. Beberapa cewek Madura juga suka begitu dulu, Papua juga deh.
Gw jadi keinget kata-kata mutiara dari Bu Sugiarti guru SD gw dulu...
"beauty is in the eye of the beholder, the beast is right here within your dirty mind too"
Me I'm not not "another ordinary broken girl dressed in black n pretend to be like hell"... I AM A MAN, fairly NORMAL HUMAN BEING surrounded by those freaks of modern life. And now I am sitting here in the dark, watching you watching me. And one thing for sure is that I AWAYS JUDGE A BOOK BY ITS COVER AND ITS PRICE-TAG! Never trust to nobody including the one standing in the mirror in front of you... Never trust me!
Sunday, March 26, 2006
Thursday, March 16, 2006
Plot
WAKTU itu adalah malem Minggu. Seperti beberapa malem Minggu sebelumnya, gw berusaha meluangkan waktu buat menikmati rasa ngantuk dan capek luar biasa. Dengerin musik dari player sambil nyalain TV yang volumenya gw bikin mute. Bengong aja sambil ngabisin rokok berbatang2 biar kesannya gw bener-bener tenggelam dalam romantic agony, hihihi... setelah lima setengah hari dipaksa menghamba kepada kapitalis asal-asalan itu. Urusan nge-date, klayapan dan lain sebagainya, diselenggarakan pada hari lain aja!
Tapi seperti dibilang Raya anak si ibu kos itu, selalu aja ada gangguan dan selalu mengandung cewek, dalam berbagai konotasi. Kali ini bermula dari panggilan telepon dengan suara gak jelas rada teriak-teriak, mengemukakan sesuatu yg gak jelas juga, sedikit terisak. Dia minta gw nyariin nomer seseorang and trus kalo udah dapet, suruh nelepon dia.
Lalu gw sibuk telepon sana-sini, nyari nomer si bandar jin itu. Dapet akhirnya. Gw pun duduk di bangku di pinggir jalan depan teras kos2an, menikmati indahnya magrib sambil dengerin "Deliverence"-nya Opeth, kelompok progressive-death yang gw baru demen lagi. Selintas gw sempet liat ada mobil sedan yg mereknya gak jelas (mungkin kehapus soalnya udah rada model lama) mondar-mandir. Gw cuma mikir: "Mereka pasti lagi bingung nyari-nyari alamat.. biarlah mereka menikmati kebingungan itu."
Tapi ternyata, itu mereka! Si Bunglon dan si Iguana, "the two lost souls swimming in a fish bowl" itu. Hiruk pikuk. Si bunglon dateng sambil nelepon2 temennya, wajah sembap dan suara serak. Iguana dengan tampang campur-campur antara tegang, bingung, dan jengkel. Si bunglon nanyain nomer telepon yang gw dapet tadi, dicocokkan ama temuan si iguana--ternyata pas. Trus dia ceritain background setori itu, rada kaco cara berceritanya sehingga sampai sekarang gw masih bingung naruh plotnya. Gak ada ujung pangkalnya. Mbulet. Gw yang waktu itu lagi lemah otak jadi tambah tulalit. And sampai detik ini, gw masih meraba-raba plot yang sebenarnya.
Dua jam mereka ngetem di tempat gw. Dan besoknya, si bunglon bikin postingan curhat di bawah ini.....
Tapi seperti dibilang Raya anak si ibu kos itu, selalu aja ada gangguan dan selalu mengandung cewek, dalam berbagai konotasi. Kali ini bermula dari panggilan telepon dengan suara gak jelas rada teriak-teriak, mengemukakan sesuatu yg gak jelas juga, sedikit terisak. Dia minta gw nyariin nomer seseorang and trus kalo udah dapet, suruh nelepon dia.
Lalu gw sibuk telepon sana-sini, nyari nomer si bandar jin itu. Dapet akhirnya. Gw pun duduk di bangku di pinggir jalan depan teras kos2an, menikmati indahnya magrib sambil dengerin "Deliverence"-nya Opeth, kelompok progressive-death yang gw baru demen lagi. Selintas gw sempet liat ada mobil sedan yg mereknya gak jelas (mungkin kehapus soalnya udah rada model lama) mondar-mandir. Gw cuma mikir: "Mereka pasti lagi bingung nyari-nyari alamat.. biarlah mereka menikmati kebingungan itu."
Tapi ternyata, itu mereka! Si Bunglon dan si Iguana, "the two lost souls swimming in a fish bowl" itu. Hiruk pikuk. Si bunglon dateng sambil nelepon2 temennya, wajah sembap dan suara serak. Iguana dengan tampang campur-campur antara tegang, bingung, dan jengkel. Si bunglon nanyain nomer telepon yang gw dapet tadi, dicocokkan ama temuan si iguana--ternyata pas. Trus dia ceritain background setori itu, rada kaco cara berceritanya sehingga sampai sekarang gw masih bingung naruh plotnya. Gak ada ujung pangkalnya. Mbulet. Gw yang waktu itu lagi lemah otak jadi tambah tulalit. And sampai detik ini, gw masih meraba-raba plot yang sebenarnya.
Dua jam mereka ngetem di tempat gw. Dan besoknya, si bunglon bikin postingan curhat di bawah ini.....
Subscribe to:
Posts (Atom)