Wednesday, December 27, 2006

Aturannya: Jangan anggep serius aturan-aturan ini!

Yap, ini gw translet dari suatu tempat yang tak perlu gw jelaskan. Lumayan menghibur menurut gw. But.. don’t be tricked! Gw aja dari kemaren berusaha untuk nggak percaya dengan ini semua, huahaha….


  1. Jangan memberikan pendapat ataupun nasihat, kecuali diminta.

  2. Jangan ceritakan masalahmu ke orang lain, kecuali kau yakin mereka mau mendengar.

  3. Ketika bertamu ke tempat orang, perlihatkan rasa hormatmu, kalau tak bisa jangan ke sana.

  4. Jika ada tamu yang membuatmu jengkel, perlakukan dia dengan keji dan tanpa ampun.

  5. Jangan melakukan tindakan seksual kepada seseorang, kecuali dia sendiri memang memberikan sinyal.

  6. Jangan mengambil apa yang bukan menjadi hakmu, kecuali barang itu membebani seseorang dan dia memohon kepadamu agar dibebaskan darinya.

  7. Akui saja kekuatan yang sihir yang kau miliki, seandainya kau memang pernah berhasil menggunakannya untuk meraih keinginanmu. Jika kau mengelak setelah mengambil manfaatnya, maka kau akan kehilangan semua yang kau raih itu.

  8. Jangan berkeluh kesah tentang apa pun yang tak ada urusannya denganmu.

  9. Jangan membahayakan anak-anak kecil.

  10. Jangan membunuh binatang-binatang non-manusia, kecuali kau diserang atau sedang butuh makan.

  11. Ketika berjalan di wilayah terbuka, jangan mengganggu orang lain. Jika ada yang mengganggumu, mintalah supaya berhenti melakukan itu. Jika dia tak mau berhenti, hancurkan.

Friday, December 15, 2006

Menikah adalah…


Oops.. jangan dulu salah mengartikan bahwa saya berencana menikah beberapa hari lagi! Saya cuma tergerak oleh berbagai isu yang belakangan menyebar soal origami si Aa Gymn dan kasus film bokep gagal anggota DPR itu. Lalu tiba-tiba terlintas dalam benak saya, berbagai teori asal-asalan dari orang-orang sekitar tentang perkawinan.

Dan percayalah, sampai detik ini, saya nggak menempatkan diri pada posisi pro atau kontra terhadap lembaga perkawinan. Sebagai orang yang skeptis terhadap segala teori --termasuk kata “skeptis“ itu sendiri—saya lebih ngerasa nyaman di posisi outside outsider. Dan.. sebagai “tradisionalis termarginalkan” yang percaya takhayul, saya takut kemakan omongan sendiri jika sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa yang jarang terjadi. Biarin aja hidup mengalir. Di sini saya cuma ingin berbagi kebingungan dengan kalian semua, hihihi…

Pertama-tama, saya teringat dengan penyelidikan seorang teman saya tentang asal-usul tradisi perkawinan. Di tulisannya yang sekarang entah ditaruh di mana itu, dia sangat detail menjelaskan tentang asal-usul pernikahan. Dibilang, upacara perkawinan itu berasal dari tradisi pagant berbagai suku bangsa purba. Pernikahan diciptakan untuk menjaga harmoni di antara masing-masing anggota suku. Biar nggak terjadi saling gebet antar-tetangga secara brutal, gitu kali yah.

Biar lebih adil, saya coba memaparkan definisi perkawinan dari berbagai sudut pandang yang berbeda:

Kelompok konservatif:

Perkawinan adalah perilaku reproduksi yang diwajibkan oleh agama dan dilegalkan oleh negara. Apa pun hasilnya, sebaiknya kita menikah dengan lawan jenis. Beberapa negara Eropa mengakui perkawinan sesama jenis. Beberapa lainnya cukup melegalkannya dengan menciptakan status “domestic partnership” buat pasangan resmi gay atau lesbian, selain “married” buat pasangan heteroseksual. Tapi kebanyakan negara, termasuk Indonesia, melarang perkawinan sesama jenis. Tambahan poin: sebaiknya pernikahan dilakukan cukup dengan satu pasangan. Perkawinan dobel hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah mencapai level advanced, yang bercita-cita mengejar bonus pahala, jackpot surga... ah, no comment!

Tengah-tengah:

Menikah adalah salah satu fase dalam kehidupan manusia. Lebih menyempit lagi, salah satu bagian dari proses menjalin hubungan dengan pasangan kita. Di sini, kita sering mendengar kata-kata “melangkah ke jenjang perkawinan”, yang artinya kita melangkah ke anak tangga berikut yang lebih tinggi derajatnya, selepas periode pacaran misalnya.

Saya pun jadi membayangkan, mungkin kejadiannya mirip dengan pas kita menaiki anak tangga di Candi Borobudur. Makin ke atas, makin nggak menarik gambar-gambar reliefnya. Mungkin, itu pula yang ada dalam benak beberapa kawan yang sudah menikah: Kenapa pasangan gue nggak secakep waktu pacaran dulu? Kenapa dulu bergandengan tangan, sekarang empat meter di depan dan empat meter di belakang? Kenapa selingkuhan lebih “nyetrum” daripada pasangan resmi? Dan sebagainya.

(Dari situ, kaum pesimis memberikan definisi ini: menikah itu seperti menonton pertunjukan sirkus yang garing dan membosankan. Setelah keluar dari arena pertunjukan, kita ditanya seseorang, “Bagus nggak sirkusnya?” Jawab: “Bagus banget, masuk ajalah!” Satu lagi, orang ketipu, hihi..)

Bisa jadi, mereka adalah orang yang gagal melihat keindahan non-fisik di jenjang yang lebih tinggi. beuh!!

Oportunistis:

Perkawinan adalah legalisasi hubungan seks. Penganut aliran ini menganggap surat nikah sebagai semacam STNK buat kendaraan bermotor. Dengan menikah, kita bisa bebas bercinta di mana saja tanpa takut kena razia. Tentu saja nama kita dan pasangan kita harus sesuai dengan yang tertera di surat. Dari sini muncul berbagai persoalan tentang mobil tanpa STNK, surat palsu atau nembak, nyewa taksi, omprengan. Ada juga jenis kendaraan pelat kuning, yang bisa kita naiki kapan saja, tanpa perlu ada urusan dengan STNK...

Feminist

“Menikah adalah melacur dengan kontrak seumur hidup.. “ Kata-kata ini pernah dikutip teman saya. Sangat fokus, nggak perlu penjelasan panjang lebar. Tapi menurut saya sendiri, jadi pelacur abadi atau pelacur temporer itu hanyalah soal pilihan hidup, urusan pribadi kita, rahasia kita berdua, hihi... (kapan2 kita perjelas yak!)

Ada yang kurang dari semua itu kan? Saya juga berpikir demikian! Dan sekarang saya terlalu capek, mata udah mulai nggak kuat buat terus melek.

Friday, December 08, 2006

Goodbye to Smack Down...


Gw kehilangan pertunjukan bagus itu: Smack Down! Sangat mengecewakan, karena tontonan itulah yang sering menemani gw pada jam-jam insomniac, sekitar tengah malam, di mana nggak banyak acara TV yang bagus. Gw suka dengan cara mereka berpakaian warna-warni, bentuk tubuh mereka yang "penuh daya hidup", kelenturan tubuh, kebugaran fisik, dan retorika mereka yang kadang lucu dan cerdas.. lebih memikat dari debat kusir para politikus dan para artis di infotaintment. Bener-bener hiburan yang sehat!

Tapi, setelah beberapa kasus kecelakaan yang menimpa beberapa bocah kecil, pihak berwenang menyimpulkan bahwa tontonan itu menyajikan adegan kekerasan yang merusak mental generasi penerus bangsa. Lalu, acara itu dicerca sana-sini, dan berbagai stasiun televisi pesaing dengan girang menurunkan laporan tentang keburukan Smack Down. Acara itu pun akhirnya dihentikan. Rada mengherankan! Bangsa yang memuja kepura-puraan, tiba-tiba saja antipati terhadap acara gulat pura-pura seperti ini! Argumen gw terlalu filosofis ya??

Gini aja deh, gw akan menunjukkan beberapa poin penjelas:

1. Bocah-bocah kecil itu memang mengalami patah tulang setelah meniru-niru adegan Smack Down. Tapi terlihat, kebanyakan mereka menontonnya dari kaset VCD bajakan yang bisa mereka beli cukup dengan menyisihkan duit jajan 5.000 perak. Kalaupun mereka begadangan di tengah malam buta cuma buat nonton acara itu, siapa sebenarnya yang patut disalahkan? Seandainya film Teletubbies yang lebih mendidik itu diputer jam 12.00 malam, apakah cukup bijak membiarkan bocah-bocah kecil nongkrong di depan TV pada jam segitu?

2. Karena perkembangan hormon dan keingintahuan, anak-anak cowok cenderung lebih gampang tertarik pada adegan yang penuh olah fisik. Mereka cenderung suka meniru-niru tokoh pujaannya. Dan secara orangtua mereka nggak punya tongkrongan fisik yang membanggangkan, maka mereka mengalihkan kekaguman mereka ke atlet-atlet Smack Down itu. Buat mereka, para atlet yang badannya atletis kekar, kadang berambut gondrong, itu lebih keren dibandingin ama bokap mereka yang kepala botak, perut gendut kek Teletubbies, ituannya kecil pula.. (maap nyontek gambar video DPR itu, hihi..) Jadi, kenapa nggak berusaha menjadikan diri sebagai idola anak-anak mereka sendiri?


3. Okay deh, Smack Down itu penuh kekerasan. Anak kecil belum punya filter bagus untuk membedakan mana yang serius mana yang enggak, jadi setiap nonton musti didampingi orangtua mereka. Gw sepakat dengan logika ini! Tapi, mengajak anak kecil untuk mendampingi orangtua sewaktu mereka nonton adegan maling digebuki massa, pendemo ditonjokin aparat, artis cowok ditimpuki pake sandal oleh bintang pilem cewek.. adilkah itu?? Ah, bisa jadi.. anak-anak kecil punya kearifan tertentu, sehingga mereka nggak mendemo stasiun televisi ketika mendapati orangtua mereka berantem, selingkuh, atau nikah dobel.

Life goes on. Di Tanah Air, hebohnya langsung tenggelam oleh berbagai isu lain yang tak kalah ajaib. Stasiun televisi itu dengan sukarela mencopot Smack Down dari menu acara, tanpa memberikan apologi panjang lebar... tanpa menunggu peraturan pemerintah yang melarang pegawai negeri sipil meniru adegan Smack Down, huahaha...

this anon...


Once there were cheerfulness..
glamorous gig under the crescent moon
But Dark and dismal is now I see it