Friday, December 15, 2006

Menikah adalah…


Oops.. jangan dulu salah mengartikan bahwa saya berencana menikah beberapa hari lagi! Saya cuma tergerak oleh berbagai isu yang belakangan menyebar soal origami si Aa Gymn dan kasus film bokep gagal anggota DPR itu. Lalu tiba-tiba terlintas dalam benak saya, berbagai teori asal-asalan dari orang-orang sekitar tentang perkawinan.

Dan percayalah, sampai detik ini, saya nggak menempatkan diri pada posisi pro atau kontra terhadap lembaga perkawinan. Sebagai orang yang skeptis terhadap segala teori --termasuk kata “skeptis“ itu sendiri—saya lebih ngerasa nyaman di posisi outside outsider. Dan.. sebagai “tradisionalis termarginalkan” yang percaya takhayul, saya takut kemakan omongan sendiri jika sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa yang jarang terjadi. Biarin aja hidup mengalir. Di sini saya cuma ingin berbagi kebingungan dengan kalian semua, hihihi…

Pertama-tama, saya teringat dengan penyelidikan seorang teman saya tentang asal-usul tradisi perkawinan. Di tulisannya yang sekarang entah ditaruh di mana itu, dia sangat detail menjelaskan tentang asal-usul pernikahan. Dibilang, upacara perkawinan itu berasal dari tradisi pagant berbagai suku bangsa purba. Pernikahan diciptakan untuk menjaga harmoni di antara masing-masing anggota suku. Biar nggak terjadi saling gebet antar-tetangga secara brutal, gitu kali yah.

Biar lebih adil, saya coba memaparkan definisi perkawinan dari berbagai sudut pandang yang berbeda:

Kelompok konservatif:

Perkawinan adalah perilaku reproduksi yang diwajibkan oleh agama dan dilegalkan oleh negara. Apa pun hasilnya, sebaiknya kita menikah dengan lawan jenis. Beberapa negara Eropa mengakui perkawinan sesama jenis. Beberapa lainnya cukup melegalkannya dengan menciptakan status “domestic partnership” buat pasangan resmi gay atau lesbian, selain “married” buat pasangan heteroseksual. Tapi kebanyakan negara, termasuk Indonesia, melarang perkawinan sesama jenis. Tambahan poin: sebaiknya pernikahan dilakukan cukup dengan satu pasangan. Perkawinan dobel hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah mencapai level advanced, yang bercita-cita mengejar bonus pahala, jackpot surga... ah, no comment!

Tengah-tengah:

Menikah adalah salah satu fase dalam kehidupan manusia. Lebih menyempit lagi, salah satu bagian dari proses menjalin hubungan dengan pasangan kita. Di sini, kita sering mendengar kata-kata “melangkah ke jenjang perkawinan”, yang artinya kita melangkah ke anak tangga berikut yang lebih tinggi derajatnya, selepas periode pacaran misalnya.

Saya pun jadi membayangkan, mungkin kejadiannya mirip dengan pas kita menaiki anak tangga di Candi Borobudur. Makin ke atas, makin nggak menarik gambar-gambar reliefnya. Mungkin, itu pula yang ada dalam benak beberapa kawan yang sudah menikah: Kenapa pasangan gue nggak secakep waktu pacaran dulu? Kenapa dulu bergandengan tangan, sekarang empat meter di depan dan empat meter di belakang? Kenapa selingkuhan lebih “nyetrum” daripada pasangan resmi? Dan sebagainya.

(Dari situ, kaum pesimis memberikan definisi ini: menikah itu seperti menonton pertunjukan sirkus yang garing dan membosankan. Setelah keluar dari arena pertunjukan, kita ditanya seseorang, “Bagus nggak sirkusnya?” Jawab: “Bagus banget, masuk ajalah!” Satu lagi, orang ketipu, hihi..)

Bisa jadi, mereka adalah orang yang gagal melihat keindahan non-fisik di jenjang yang lebih tinggi. beuh!!

Oportunistis:

Perkawinan adalah legalisasi hubungan seks. Penganut aliran ini menganggap surat nikah sebagai semacam STNK buat kendaraan bermotor. Dengan menikah, kita bisa bebas bercinta di mana saja tanpa takut kena razia. Tentu saja nama kita dan pasangan kita harus sesuai dengan yang tertera di surat. Dari sini muncul berbagai persoalan tentang mobil tanpa STNK, surat palsu atau nembak, nyewa taksi, omprengan. Ada juga jenis kendaraan pelat kuning, yang bisa kita naiki kapan saja, tanpa perlu ada urusan dengan STNK...

Feminist

“Menikah adalah melacur dengan kontrak seumur hidup.. “ Kata-kata ini pernah dikutip teman saya. Sangat fokus, nggak perlu penjelasan panjang lebar. Tapi menurut saya sendiri, jadi pelacur abadi atau pelacur temporer itu hanyalah soal pilihan hidup, urusan pribadi kita, rahasia kita berdua, hihi... (kapan2 kita perjelas yak!)

Ada yang kurang dari semua itu kan? Saya juga berpikir demikian! Dan sekarang saya terlalu capek, mata udah mulai nggak kuat buat terus melek.

11 comments:

Anonymous said...

Hmmm....aku ga ngerti jampi2 apa yang dipake ma um buyung ini. tapi kok pas baca postingan ini aku hanyut yak...hanyut ketawa terlena ma basanya -yg tumben bagus gini dan entah kenapa kok tiba2 jadi keliatan rada cerdas dikiiiitttt-. Kata2 'satu orang ketipu lagi' mengingatkan aku sama tukang koran diperempatan. Lho?! hubungannya apa....

venus said...

hmmmm...

menikah ituuu...ah gw juga no comment dah. cobain aja sendiri biar tau apa rasanya ya ;))

Anonymous said...

tapi gus, kata temen gue nikah itu enaknya cuma semenit ... selebihnya: ueeeenaaaaakkkkkkkkk banged ... betul ga sih gus? :p

OrangGila said...

oh jadi pengen nikah???

:ngakak guling gulingan:

OrangGila said...

dodollllllllllll

gue komen ke om buyung
bukan ke bunglon

gw komen ke om buyung

KESIMPULAN disinih

OM BUYUNG SIAP NIKAH !!!!!!

jadi....

siapa calonnya??? :ngakak guling-gulingan: =))

SC4RLET LETTER said...
This comment has been removed by a blog administrator.
coDOT said...

DISCLAIMER

postingan ini tidak diilhami oleh pengalaman fisik siapa pun. dan gw tidak bermaksud menggali gossip dari siapa pun. gw cuma mengambil dari berbagai pemikiran orang-orang sekitar yg kebanyakan baru nyampe tingkat wacana.

btw thkz buat nenni, dek venus, om daus, jeng endah, bang orgil, mbak contring, arrghhh...

mbakanggun said...

Jadi inget sama quotation temen gw. Sedikit ga nyambung sih,... kata dia bahwa hubungan yang melewati angka 3 tahun telah merubah gairah menjadi ketergantungan dan pengadaptasian... Mungkin kondisi itu yang bikin selinguh yang menjadi tren sampai akhir zaman.

Tapi gw tetep pro pernikahan kok. I wanna see myself in such beautiful white wedding kebaya,...

Anonymous said...

wah... yang pendapat feminist yang paling jelek yah :(..


tapi... jadi pengen nikah deh ;)

Anonymous said...

emang kalo feminist nganggepnya gituh yah? *mikir* *ga diterusin mikirnyah*

betewe, posting begini menujukkan sudah siap menikah kah? ato baru siap kawinnya doank? =p

*salam kenal juga

SC4RLET LETTER said...

Duh membaca disclaimer muh tepat di bawah Comment g, bikin g review lg utk retrieve comment ybs. Bisa jadi ada pihak2 tertutul.

Well, since g pikir blog adalah forum umum dan open buat any comment, makanya g comment sesuai yg ada dijidat, but then luv...teteb kita org timur walopun tinggal di Jakarta Utara (ga nyambung bgt).

Dengan kerendahan hati g mencabut comment yg sepertinya ga layak turun cetak, padahal ga da maksud sih utk menyentil pihak tertentu, malah mgk itu pengalaman pribadi g ato org2 deket g yg curhat.

Kalo ada yg merasa panas kuping, mohon mangap selebar2nya. No Hurt feeling, okeh.

Dan bijimanapun (kanan keknya lbh sensi ya ntong :D ) yah g ulangi bijihmanapun, kita sepakat kan b2 utk melanjutkan hubungan ini unconditional ahahahhaa ngakak aseli cap 2 mangga.

Padamu ntong....